Senin, 29 September 2008

Tamu dari Lembata NTT

Kunjungan Tamu dari Lembata (NTT)

Tanggal 19-22 Sepetember 2008, sekelompok pemerhati pendidikan inklusi yang dikomandani oleh sebuah lembaga swadaya yaitu AUSAID, yang terdiri dari para Kepala Sekolah, Para Pengawas, dan dari pembuat kebijakan yaitu dari Dinas Pendidikan Kab. Lembata telah mengadakan kunjungan ke beberapa SD Inklusi di wilayah Malang Raya dibawah binaan Pusat Sumber SLB Pembina Malang.
Mereka berjumlah 15 orang, mengadakan kunjungan ke wilayah Batu, SD Muhammadiyah 04 Malang, dan juga SD Bedali 05 Lawang Malang. Terakhir mereka mengadakan kunjungan ke Pusat Sumber SLB Pembina Malang.
Respon yang diperoleh sangat positif, mereka sangat entusias untuk menanyakan berbegai hal yang dapat dicontoh untuk dibawa sebagai oleh2 yang otomatis akan diterapkan di daerahnya nanti. Insyaallah.

Strategi Pembelajaran Anak dengan Gangguan Komunikasi di Sekolah Reguler (by Endang Widiati, M.Pd)


Bab I
PENDAHULUAN



Gangguan komunikasi dapat dialami oleh siapa saja, termasuk anak-anak yang berada di lingkungan kita. Terjadinya gangguan komunikasi akan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan ana, meskipun tidak seluruh aspek pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan seseorang ditentukan oleh kemampuan perilaku komunikasinya. Akan tetapi akan sangat janggal, apabila terdapat anak/ seseorang yang sehat secara fisik tetapi tidak mampu dalam berkomunikasi.
Gangguan Komunikasi juga dapat dialami anak berkebutuhan khusus pada jenis hambatan apapun. Sebagaimana kita lihat yang terjadi pada anak tunanetra, anak tunarungu, anak dengan hambatan intelektual, anak Cerebral palsy.
Keberadaaan anak Kebutuhan Khusus di Sekolah regular merupakan perwujudan sebuah pendekatan dan system yang sedang di dengungkan oleh pemerintah sai ini , melalui sekolah inklusi. Walaupun untuk dapat mengimplementasikan secara ideal konsep inklusi memerlukan waktu yang tidak sedikit. Karena banyak hal yang harus dipersiapkan baik dari fisik, maupun kesiapan sumber daya manusianya. Selain itu perlu juga dipersiapkan juga system manajemen serta kesiapan masyarakat sekitar untuk dapat menerima konsep pendidikan inklusi.
Anak berkebutuhan khusus di SD Reguler berbagai macam ragamnya. Masing –masing hambatan yang dimiliki mempunyai strategi pembelajaran yang yang tidak sama. Memberikan pelayanan kepada masing-masing jenis hambatan, dengan strategi yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing individu.
Pelayanan pendidikan Anak dengan gangguan komunikasi di SD Reguler pada dasarnya hanya terkesan asal anak mendapat kesibukan. Hal ini di sebabkan karena terbatasnya pengetahuan bagi guru regular tentang pembelajaran anak berkebutuhan khusus.



BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK DENGAN GANGGUAN KOMUNIKASI
DI SEKOLAH REGULER
a. DEFINISI
Gangguan komunikasi pada dasarnya merupakan penyimpangan dari kemampuan seseorang dari aspek bahasa , bicara, suara dan irama kelancaran. Hal tersebut terjadi akibat adanya penyakit , gangguan kelainan fisik, psikhis maupun sosiologis. Gangguan tersebut bisa saja terjadi pada masa janin dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir. Selain dari sebab tersebut dapat juga disebabkan karena factor keturunan, cacat bawaan atau didapat.

b. MACAM-MACAM GANGGUAN KOMUNIKASI
Menurut Bambang dalam Tarmansyah, 1995 ), bahwa gangguan komunikasi dapat dibedakan menjadi 4 gangguan yaitu :
Gangguan Bahasa.
Bahasa adalah ujaran dan bukan tulisan. Hal ini sesuai dengan kaidah pertama bahasa, yakni bahasa adalah lambing bunyi. Seorang pembicara bahasa akan selalu sadar apa yang akan ia katakan, akan tetapi ia tidak sadar bagaimana ia mengatakannya. Begitu pula yang terjadi pada kita. Kita tidak sadar akan mekanisme ujaran, karena gaya bicara kita sudah menjadi kebiasaan yang terbentuk dari meniru, mengulang dan pematangan.
Dalam proses bahasa masih adanya persepsi yang berbeda-beda. Masih banyak kenyataan bahwa pengajaran bahasa Indonesia dijuruskan pada pemahaman dan penghafalan kaidah-kaidah tata bahasa. Hal ini mengakibatkan siswa pandai menguraikan tata bahasa dan mungkin dapat menghafalkan kaidah bahasa tersebut dalam komunikasi yang baik dan benar. Mereka dapat membuat pernyataan tentang bahasa dengan baik tetapi tidak dapat berbicara dalam bahasa tersebut. Mereka menjadi ahli bahasa dan bukan pembicara.
Tata bahasa bukanlah tujuan pengajaran bahasa , tetapi alat untuk mencapai tujuan. Tatabahasa dalam sub system fonologi, morfologi dan sintaksis adalah alat bantu dalam pengajaran bahasa.
Ganguan bahasa merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan dalam komunikasi dengan indikasi klien mengalami kesulitan atau kehilangan dalam proses simbolisasi. Kesuliatan simbolisasi ini mengakibatkan seseorang tidak mampu memberikan symbol yang diterima dan sebaliknya tidak mampu mengubah konsep pengertiannya menjadi symbol-simbol yang dapat dimengerti oleh orang lain dalam lingkungannya.


Beberapa bentuk gangguan bahasa adalah sebagai berikut :

a. Keterlambatan dalam perkembangan bahasa
Adalah salah satu bentuk adalam kelainan bahsa yang ditandai dengan kegagalan klien dalam mencapai tahapan perkembangannya sesuai dengan perkembangan bahasa anak normal seusiannya.
Kelambatan perkembangan bahasa diantaranya disebabkan keterlambatan mental intelekktual, ketunarunguan, congenital aphasia, autisme, disfungsi minmal otak dan kesulitan belajar. Anak-anak yang mengalami sebab-sebab tersebut di atas, terlambat dalam perkembangan kemampuan bahasa , dalam terjadi pada fonologis, semantic dan sintaksisnya, sehingga anak mengalami kesulitan transformasi yang diperlukan dalam komunikasi.
Gangguan tingkah laku tersebut sangat mempengaruhi proses pemerolehan bahasa diantaranya kurang perhatian dan minat terhadap rangsangan yang ada disekelilingnya, perhatian yang mudah beralih, konsentrasi yang kurang baik, nampak mudah bingung, cepat putus asa, kreatifitas dan daya khayalnya kurang, serta kurangnya pemilikan konsep diri.
b. Afasia
Afasia adalah salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya kerusakan pada pusat-pusat bahasa di cortex cerebri. Kerusakan pada pusat-pusat yang dialami oleh anak disebut afasia anak. Dan kerusakan pusat yang dialami oleh orang dewasa disebut afasia dewasa.
Secara klinis afasia dibedakan menjadi :

1. Afasia Sensoria.
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memberikan makna rangsangan yang diterimanya . Bicara spontan biasanya lancar hanya kadang-kadang kurang relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks komunikasi.
Seorang aphasia dewasa akan kesulitan untuk menyebutkan kata buku walau di hadapannya ditunjukan benda buku. Klien dengan susah menyebut busa.... bulu......... bubu. (klien nampak susah dan putus asa).
Untuk aphasia auditory, klien tidak mampu memberikan makna apa yang didengarnya. Ketika ditanya, “apakah bapak sudah makan?. Maka jawabannya adalah piring....... piring...... meja..... ya...ya..

2. Afasia Motoris
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam mengkoordinasikan atau menyusun fikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol yang bermakna dan dimengerti oleh orang lain.
Bicara lisan tidak lancar, terputus-putus dan sering ucapannya tidak dimengerti orang lain. Apabila bertutur kalimatnya pendek-pendek dan monoton. Seorang dengan kelainan ini mengerti dan dapat menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya, hanya untuk mengekspresikannya mengalami kesulitan.
Seorang apasia dewasa berumur 59 tahun, kesulitan menjawab, rumah bapak dimana?, maka dengan menunjuk ke arah barat , dan dengan kesal karena tidak ada kemampuan dalam ucapannya. Jenis aphasia ini juga dialami dalam menuangkan ke bentuk tulisan. Jenis ini disebur dengan disgraphia (agraphia).

3. Afasia Konduktif
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam meniru pengulangan bunyi-bunyi bahasa. Pada ucapan kalimat-kalimat pendek cukup lancar, tetapi untuk kalimat panjang mengalami kesulitan.

4. Afasia Amnestic
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memilih dan menggunakan simbol-simbol yang tepat. Umumnya simbol yang dipilih yang berhubungan dengan nama, aktivitas, situasi yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan. Misalnya apabila mau mengatakan kursi maka diganti dengan kata duduk.

Gangguan bicara
Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan bicara. Perkembangan bahasa seseorang akan mempengaruhi perkembangan bicara. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan dimana anak dibesarkan.
Kelainan bicara merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan perilaku komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan proses produksi bunyi bicara. Kelainan proses produksi menyebabkan keslahan artikulasi fonem, baik dalam titik artikulasinya maupun cara pengucapannya, akibatnya terjadi kesalahan seperti penggantian /substitusi atau penghilangan / omosi.
Ditinjau dari segi klinis, gejala kelainan bicara dalam hubungannya dengan penyebab kelainannya, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Disaudia
Disaudia adalah satu jenis gangguan bicara yang disebabkan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran tersebut menyebabkan kesulitan dalam menerima dan mengolah nada intensitas dan kualitas bunyi bicara, sehingga pesan bunyi yang tidak sempurna dan mungkin salah arti. Pada anak tunarungu kesalahan tersebut sering dipergunakan dalam berkomunikasi. Misalnya kata /kopi/, ia dengar /topi/, kata /bola/, ia dengar /pola/.
Anak yang mengalami gangguan pendengaran cenderung bersuara monoton dan bernada tinggi, ia tidak mengenal lagu kalimat, mana kalimat tanya, kalimat penegasan, makna tanda seru dalam kalimat.
Umumnya anak dengan disaudia dalam berkomunikasi cenderung menggunakan bahasa isyarat yang telah dikuasainya. Namun tidak semua lawan bicaranya dapat menerima sehingga komunikasi secara global terganggu.
b. Dislogia
Dislogia diartikan sebagai satu bentuk kelainan bicara yang disebabkan oleh kemampuan kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal. Terdapatnya kesalahan pengucapan yang terjadi disebabkan karena tidak mampu mengamati perbedaan bunyi-bunyi benda terutama bunyi-bunyi yang hampir sama. Misalnya tadi dengan tapi, kopi dengan topi.
Rendahnya kemampuan mengingat menyebabkan penghilangan fonem, suku kata atau kata pada waktu mengucapkan kalimat, misalnya /makan/ diucapkan /kan/, /pergi/ diucapkan /gi/, /ibu pergi ke pasar/ diucapkan / bu...gi....cal/.

c. Disartria
Disartria diartikan jenis kelainan bicara yang terjadi akibat adanya kelumpuhan, kelemahan, kekakuan atau gangguan koordinasi otot alat-alat ucap atau organ bicara karena adanya kerusakan susunan syaraf pusat.
Disartria ada beberapa jenis, yaitu:
1. Spastic Disartria : ketidakmampuan berbicara akibat spastisitas atau kekakuan otot-otot bicara. Ditandai dengan bicara lambat dengan terputus-putus, karena tidak mampu melakukan gerakan organ bicara secara biasa.
2. Flaksid Disartria : ketidak mampuan bicara akibat layuh atau lemahnya otot-otot organ bicara, sehingga tidak mampu berbicara seperti biasa.
3. Ataksia Disartria : ketidakmampuan bicara karena adanya gangguan koordinasi gerakan-gerakan fonasi, artikulasi dan resonansi. Terutama pada saat memulai kata/kalimat.
4. Hipokinetik Disartria : ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara akibat penurunan gerak dari otot-otot organ bicara terhadap rangsangan dari pusat/cortex. Ditandai dengan tekanan dan nada yang monoton.
5. Hiperkinetik Disartria : ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara terjadi akibat kegagalan dalam melakukan gerakan yang disengaja, ditandai dengan abnormalitas tonus atau gerakan yang berlebihan sehingga muncul kenyaringan.

d. Disglosia
Disglosia mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena adanya kelainan bentuk struktur dari organ bicara. Kegagalan tersebut akibat adanya kelainan bentuk dan struktur organ artikulasi yaitu:
1. Palatoskisis : sumbing langitan
2. Maloklusi : salah temu gigi atas dan gigi bawah
3. Anomali : kelainan atau penyimpangan/cacat bawaan misalnya bentuk lidah yang tebal, tidak tumbuh velum atau tali lidah yang pendek.

e. Dislalia
Yaitu gejala gangguan bicara karena ketidakmampuan dalam memperhatikan bunyi-bunyi bicara yang diterima, sehingga tidak mampu membentuk konsep bahasa. Misalnya /makan/ menjadi /kaman/ atau /nakam/


Gangguan Suara
Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan komunikasi. Gangguan tersebut meliputi:
a. Kelainan Nada : gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu ponasi yang berakibat pada gangguan nada yang diucapkan, yaitu nada tinggi, nada rendah, nada datar, dwinada, suara pubertas.
b. Kelainan kualitas suara : yaitu gangguan suara yang terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak antara pita suara pada saat adduksi, sehingga suara yang dihasilkan tidaksama dengan suara yang biasanya. Hal ini berpengaruh pada kualitas suara yaitu, preathiness, hoarness, harness, hipernasal, hiponasal.
c. Afonia
Yaitu kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi suara atau tidak dapat bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara, histeria, pertumbuhan yang tidak sempurna atau karena suatu penyakit.

Gangguan Irama
Yaitu gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat berbicara, meliputi:
a. Stuttering : atau gagap, yaitu gangguan dalam kelancaran berbicara berupa pengulangan bunyi atau suku kata, perpanjangan dan ketidakmampuan untuk memulai pengucapan kata.

b. Cluttering :ganguan kelancaran bicara yang ditandai bicara yang sangat cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit dimengerti.
Terdapat 3 type yaitu:
1. Distorsi : pengucapan yang tidak jelas
2. Substitusi : penggantian ucapan menjadi bunyi yang lain
3. Omisi : penghilangan bunyi-bunyi

c. Palilalia
Kelainan ini jarang terjadi, dan biasanya terjadi setelah usia dewasa.

c. Peranan Guru dalam mengatasi anak dengan gangguan Komunikasi di Sekolah Reguler
Sekolah merupakan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan untuk peserta didik , yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan dengan memperhatikan tahap perkembangan dasar dan kesesuian dengan lingkungan, sehingga muncul kemandirian.
Seorang guru di sekolah reguler mempunyai peran ganda dalam mengelola siswanya baik yang mempunyai kebutuhan khusus maupun yang reguler. Dalam tugasnya sebagai guru selain mendidik dan mengajar juga memberikan pelayanan dan pelatihan dalam upaya mengatasi problematika yang dihadapi terutama apabila terdapat siswa dengan gangguan komunikasi.
Penanganan gangguan komunikasi yang profesional ditangani oleh speech therapist atau ahli bina wicara. Profesi tersebut dilatarbelakangi oleh pendidikan formal di bidang kesehatan. Ahli bina wicara tersebut menangani kelainan gangguan komunikasi baik yang dialami oleh anak maupun orang dewasa. Mereka juga merupakan anggota tim dari rehabilitasi medis bekerjasama dengan profesi lain dalam rangka bersama-sama menangani pasien.
Peranan guru dalam menangani gangguan komunikasi adalah sebagai mitra kerja dari ahli bina wicara, karena profesi guru adalah ahli di bidang pendidikan.
Dalam kegiatan belajar mengajar penanganan gangguan komunikasi mengacu kepada mata pelajaran Bahasa Indonesia, karena bahasa adalah alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan, saling berbagi pengalaman saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual.

d. Kemampuan Yang harus dimiliki guru dengan anak gangguan komunikasi
Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pelatih atau guru yang memberikan pelatihan kepada anak yang mengalami gangguan komunikasi antara lain:
1. Kemampuan Penguasaan Bahan
2. Kemampuan Mengelola Sistem Instruksional
3. Kemampuan mengelola tempat
4. Kemampuan Mengelola Sarana
5. Mengembangkan kerjasama


e. Metode dan Teknik Pelayanan
Dalam teknik pelayanan pada gangguan komunikasi, guru dapat mempergunakan salah satu atau kombinasi beberapa metode dan teknik sebagai berikut:
1. Metode Simulasi
Metode ini dilakukan berdasarkan prinsip pengamatan terhadap suatu rangsangan secara terpadu melalui sensory yang dimiliki seseorang dengan memperbaiki “konsep perilaku komunikasi yang salah”.
Metode stimulasi ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis :
a) Metode Stimulasi visual
b) Metode Stimulasi Auditoris
2. Metode Phonetic-placement
Metode ini selalu menuntut anak dengan gangguan komunikasi untuk “memperhatikan” gerakan posisi organ bicara atau alat komunikasi yang lainnya sehingga mampu mengendalikan pergerakan organ bicara.
3. Metode Moto-kinestetic
Disebut juga metode manipulasi. Guru melakukan manipulasi langsung kepada otot-otot organ bicara atau organ komunikasi yang dipandang perlu.Pemberian manipulasi melalui alat misalnya jati, spatel, kuas khusus atau alat-alat lainnya.
4. Metode Psiko-edukatif
Melalui teknik play-therapy, role playing, dramatisasi, atau metode-metode lainnya

5. Metode Compensatory Pattern
Metode ini akan diberikan kepada anak bila sudah tidak mungkin lagi melakukan perilaku yang lain.
f. Sarana dan Prasarana Latihan
Sarana fisik meliputi ruang latihan, peralatan yang digunakan yang terdiri dari alat-alat elektronik, atau non elektronik. Yang dimaksud alat-alat elektronik adalah segala peralatan yang digunakan dengan memanfaatkan modalitas elektronik. Namun alat-alat elektronik bukan satu-satunya yang menentukan keberhasilan dalam latihan. Alat-alat dimaksud akan lebih baik apabila para pelaksana terlebih dahulu mengenal, dan mempunyai kemampuan mengoperasikan alat-alat dimaksud.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
I. KESIMPULAN
Gangguan komunikasi yang dialami oleh anak akan mempengaruhi individu dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Dalam berkomunikasi, bahasa mempunyai peran ganda, yaitu berperan secara aktif maupun secara pasif.
Bagi guru-guru di sekolah reguler yang menangani anak berkebutuhan khusus dengan gangguan komunikasi perlu untuk memilki pengetahuan luas terutama dalam pengelolaan dalam pembelajaran bina wicara. Kewenangan guru dalam memberikan pelayanan terbatas pada pengembangan berbahasa/bicara yang mengacu kepada kurikulum yang saat ini disebut kurikulum Tingkat satuan pendidikan (KTSP)

II. SARAN
Minta saran kepada para pembaca di Blogger ini. Thanks before

DAFTAR PUSTAKA
Maria Susila Yuwati (1997), Pengajaran Bina Persepsi Bunyi dan Irama untuk Anak Tunarungu, Makalah Pelatihan Guru PLB, Jakarta
Sadjaah Edja, Sukardja Dardjo (1995), Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta
Tarmansyah (1995), Gangguan Komunikasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Jakarta
Tineke Neering-Pleijaster (1992), Pedoman Speech Therapy, SLB YPTB, Malang


Rabu, 17 September 2008

IDENTIFIKASI ABK

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF

Pengertian Anak dengan kebutuhan khusus

Anak dengan kebutuhan khusus adalah semua anak yang mempunyai hambatan dalam belajar dan perkembangan. Hambatan belajar dan perkembangan ini ada yang bersifat permanen, ada yang bersifat temporer, dan kombinasi dari keduanya. Hambatan belajar dan perkembangan yang permanen diantaranya adalah: anak penyandang cacat sensoris, yaitu hambatan penglihatan dan hambatan pendengaran; anak yang mempunyai hambatan fungsi intelektual; anak dengan hambatan gerak; anak dengan hambatan komunikasi; dan anak dengan hambatan emosi dan perilaku. Anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa atau anak berbakat termasuk dalam kategori berkebutuhan khusus permanen.

Sedangkan hambatan belajar dan perkembangan yang sifatnya temporer diantaranya adalah anak dari keluarga miskin, anak jalanan, anak dari etnis minoritas, anak dengan bahasa ibu yang berbeda dengan bahasa yang digunakan di sekolah, anak korban bencana alam, dan anak di daerah konflik.

Dengan demikian, ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus untuk keperluan sesi ini, yang dibahas adalah kelompok anak dengan hambatan belajar dan perkembangan yang sifatnya permanen. Secara tehnis, anak-anak ini dikelompokkan menjadi 9 jenis. Berdasarkan berbagai studi, ke 9 jenis ini paling sering dijumpai di sekolah-sekolah reguler. Secara singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan dalam KLIP di halaman berikut.

Alat ini sifatnya masih sederhana, baru sebatas melihat gejala-gejala yang nampak. Untuk mendiagnosis secara lebih akurat, dibutuhkan tenaga profesional yang berwenang untuk itu, seperti dokter, psikolog, orthopedagog, dan sebagainya.

Bila sekolah tidak tersedia tenaga profesional dimaksud, dengan alat identifikasi ini, asal dilaksanakan dengan cermat dan hati-hati, sudah cukup untuk menetapkan seseorang berindikasi memerlukan layanan pendidikan khusus atau tidak.

CATATAN:

Para pelaksana pendidikan di lapangan (guru, pengawas, fasilitator, kepala kantor unit pelaksana teknis dinas pendidikan di kecamatan, dinas pendidikan kabupaten/kota) disarankan untuk lebih memfokuskan pada jenis kekhususan yang banyak terdapat di dalam kelas reguler, seperti anak berbakat (memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa) dan anak yang mengalami hambatan membaca, menulis dan berhitung (matematika).

KLIP Deskripsi Anak Berkebutuhan Khusus dan Karakteristiknya

1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan

Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tidak mampu melihat

Karakteristik:

-Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter

-Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

-Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,

-Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,

-Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,

-Peradangan hebat pada kedua bola mata,

-Mata bergoyang terus.

Nilai standar : 4 (di luar a dan b), maksudnya, jika a dan b terpenuhi, maka tidak perlu menghitung urutan berikutnya.



2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Karakteristik:

-Tidak mampu mendengar,

-Terlambat perkembangan bahasa

-Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi

-Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara

-Ucapan kata tidak jelas

-Kualitas suara aneh/monoton,

-Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar

-Banyak perhatian terhadap getaran,

-Keluar cairan ‘nanah’ dari telinga

Nilai Standar : 6 (di luar a), maksudnya jika a terpenuhi, maka berikutnya tidak perlu dihitung


3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Karakteristik:

-Anggauta gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,

-Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),

-Terdapat bagian anggauta gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,

-Terdapat cacat pada alat gerak,

-Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,

-Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan sikap tubuh tidak normal.

Nilai Standar : 4


4. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi), kreativitas, dan tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Membaca pada usia lebih muda,

Karakteristik:

-Membaca lebih cepat dan lebih banyak,

-Memiliki perbendaharaan kata yang luas,

-Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,

-Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,

-Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,

-Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,

-Memberi jawaban-jawaban yang baik,

-Dapat memberikan banyak gagasan

-Luwes dalam berpikir

-Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,

-Mempunyai pengamatan yang tajam,

-Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati,

-Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,

-Senang mencoba hal-hal baru,

-Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,

-Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah,

-Cepat menangkap hubungan sebab-akibat,

-Berperilaku terarah pada tujuan,

-Mempunyai daya imajinasi yang kuat,

-Mempunyai banyak kegemaran (hobi),

-Mempunyai daya ingat yang kuat,

-Tidak cepat puas dengan prestasinya,

-Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),

-Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.

Nilai Standar : 18


5. Tunagrahita

Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/ besar,

Karakteristik:

-Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

-Perkembangan bicara/bahasa terlambat

-Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),

-Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),

e. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)

Nilai Standar : 6


6. Lamban belajar (slow learner) :

Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Karakteristik:

*Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6),

*Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,

*Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,

*Pernah tidak naik kelas.

Nilai Standar : 4


7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).


Karakteristik:

a. Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

*Perkembangan kemampuan membaca terlambat,

*Kemampuan memahami isi bacaan rendah,

*Kalau membaca sering banyak kesalahan

Nilai standarnya 3


b. Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)

*Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,

*Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,

*Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,

*Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,

*Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

Nilai standarnya 4.


c. Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)

*Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =

*Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,

*Sering salah membilang dengan urut,

*Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,

*Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

Nilai standarnya 4.

8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi;

Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena faktor ketunarunguan.

Kriteria:

*Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain,

*Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,

*Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,

*Kalau berbicara sering gagap/gugup,

*Suaranya parau/aneh,

*Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel,

*Organ bicaranya tidak normal/sumbing.

Nilai standarnya 5.


9. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.

Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.

Kriteria:

* Bersikap membangkang,

*Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah

*Sering melakukan tindakan aggresif, merusak, mengganggu

*Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.

Nilai standarnya 4

.

10. Lemah Perhatian dan Hiperaktif

Merupakan hambatan yang terkait dengan lemahnya perhatian dan aktivitas motorik yang berlebihan dan kurang bertujuan.

Kriteria:

*Selalu gelisah

*Perhatian mudah beralih

*Tidak mendengarkan/memperhatikan bila diajak bicara

* Sering kehilangan benda-benda penting yang dibawa

*Suka berlari-lari, memanjat, mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas

*Tidak betah untuk duduk tenang

*Sulit menunggu giliran

*Sering mengganggu teman

Nilai Standarnya 5

(Dikutip dari Pendidikan Inklusif dalam setting MBS)

Jumat, 12 September 2008

Guru Ramah Pembelajaran

Guru Enak Ngajar Siswa Jadi Pintar

Dari cara mengajar di kelas, seorang guru bisa jadi idola siswa. Alasan itu muncul dari lubuk hati siswa. Bagi mereka guru yang menyenangkan adalah guru yang bisa membuat nyaman dalam belajar dan mampu menyemangati mereka. Inilah potret sederhana dalam memahami keinginan siswa agar belajar menjadi menyenangkan dan akhirnya siswa jadi pintar.
Tulisan di atas dikutip sedikit dari koran Jawapos hari ini Sabtu, 13 September 2008. Saya jadi kepikiran seandainya semua guru di Indonesia mempunyai ketrampilan mengajar yang baik dan menyenangkan untuk siswanya pastilah generasi muda menjadi calon penerus bangsa yang baik. Tidak kalah dengan negara-negara asing yang telah berkembang pesat.
Apalagi kalo ditinjau bahwa dimana saja institusi/sekolah mampu memberikan pembelajaran ramah yang benar mengakomodir kebutuhan siswanya, pastinya sosialisasi tentang apakah itu belajar ramah, lingkungan ramah, dan sekolah ramah tak akan diperlukan lagi
Tetapi sosialisasi tak akan berarti apa-apa kalo setelahnya hanya disimpan /ditumpuk/atau berdebu diatas meja semua naskah/ makalah yang telah diberikan oleh para narasumber dari Pusat Sumber SLB malang.
Yang jelas bagaimana implementasi dilapangan sangatlah diperlukan guna mewujudkan segala apa yang diperoleh supaya tidak terkesan mubazir...

Rabu, 03 September 2008

MUbarak Ramdhan

Assalaamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh

I ask for forgiveness for all my mistakes amd misunderstandings caused knowingly and unknowingly as Ramadhan have started

O Allah! I ask You for all muslims for the success of good deeds like the Rightly Guided ones, and the actions like the Rightly Guided ones, and the sincerity like that of the repentant ones,and the determination like that of the patient people,and the struggle like that of those who Fear You and the search for Truth like that of those who love You, and the worship like that of the the pious,and the keen insight as of of great scholars, until I meet You.

O Allah! make us to do the ibadat as you like best, increase our love for Diin, make our feet firm on the path of Islam, increase Taqwa and love for eachother.
Amiin